Surabaya, Jurnal Hukum Indonesia.–
Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya telah menuntaskan 0melakukan program keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ) terhadap 28 perkara pidana umum (Pidum) mulai bulan Januari sampai April di “Omah Rembug Adhyaksa” Kelurahan Putat, Kejari Surabaya. Selasa (18/4/23).
“Penyerahan yang 28 SKPP ini terdiri dari perkara pencurian, perkara penganiayaan dan perkara penipuan atau penggelapan,” kata Kasi Pidum Kejari Surabaya, Ali Prakoso.SH.MH..
Ali juga menjelaskan, nama nama yang perkara di Restorative Justice oleh Kejari Surabaya diantaranya perkara pencurian atas nama Saruji Bin H. Sukri, Muhammad Rhazes Isyraqi Bin Ferdy Kurniawan dan Rohman Bin Mat Sahi. Sedangkan perkara penganiayaan atas nama Tri Loko Werdhiningsih Binti Soejadi, Franky Bin Suratman, Simon Efendi dan Rahmatullah Setia Budi Bin Muh. Hariadi. perkara penipuan atau penggelalan atas nama Indri Purniawan Bin Alm Sujito dan Sugiono Bin Kambali. “Sebelum penyerahan SKPP, penuntut umum selaku fasilitator telah melaksanakan musyawarah atau mediasi di beberapa rumah RJ yang ada di Kota Surabaya,” jelasnya.
Kasipidum Kejari Surabaya Ali Prakosa, SH,MH menjelaskan dalam melakukan Retorative Justice (RJ) melibatkan keluarga tersangka dan keluarga korban serta dihadiri tokoh masyarakat setempat, akhirnya dalam mediasi sepakat untuk berdamai dan menyelesaikan perkara ini diluar persidangan.
“Setelah dari 28 perkara yang sudah berhasil dilakukan RJ oleh Kejari Surabaya, untuk minggu kedepan setelah Lebaran akan dilakukan lagi upaya damai (mediasi) sebanyak 3 (tiga) perkara. dan segera akan dilaksanakan ekpose kembali kepada pimpinan setelah nanti Lebaran,” bebernya.
Tujuan keadilan restorative Justice ini untuk menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan serta kepentingan korban maupun pelaku tindak pidana. Dimana hal itu tidak berorientasi pada pembalasan serta sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana.
Ditegaskannya, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja. Sehingga yang residivis atau yang sudah pernah dihukum tidak dapat dilakukan kembali penghentian perkaranya dengan mekanisme RJ.
“Kami juga berharap dengan dihentikannya perkara pidana ini melalui RJ, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan kembali bermasyarakat tanpa adanya label atau stigmatisasi sebagai terpidana,” pungkasnya.