Surabaya, Jurnal Hukum Indonesia.–
Kejari Surabaya melaksanakan Rehabilitasi terhadap 6 Perkara Tindak Pidana Narkotika Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Kamis (27/4/2023)
Pelaksanaan rehabilitasi dilaksanakan di Balai Rehabilitasi NAPZA”Mitra Adhyaksa”Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, dihadiri Direktur dan Wakilnya RSJ Menur serta Kasipidum Kejari Surabaya Jaksa Penuntut Umum, Dokter dan beberapa Tenaga Kesehatan, dan para Tersangka beserta keluarganya.
Ke enam orang yang mendapat Restorative Justice adalah Mochamad Mochtadi Bin H. Hasan Sujati, Faisal Akbar Pratama Bin Indra Basuki, Moch. Nur Fauzy Bin Moch. Safi’i, Budiyono Bin Wagiran, Arvie Riswandi Bin Boeang Kasdiono dan Fatkurrohman Hakim Bin Poniran.
Kasipidum Ali Prakoso, melaksanakan rehabilitasi melalui proses hukum dan berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominitus Litis Jaksa.
“Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya sebelum melakukan rehabilitasi terlebih dulu telah melakukan penelitian terhadap Berkas Berkas Perkara terhadap 6 orang Tersangka yang sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan rehabilitasi menurut hukum,”Kata Ali.
“Berkas tersebut diantaranya hasil pemeriksaan laboratorium forensik positif mengandung narkotika, tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika, merupakan pengguna pertama pada saat ditangkap dan tidak ditemukan barang bukti narkotika atau barang bukti narkotika yang tidak melebihi pemakaian 1 (satu) hari,” jelasnya.
Masih menurut Ali selaku Kasipidum Kejari Surabaya menuturkan, jika berdasarkan asesmen terpadu Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu, korban penyalahguna atau penyalahguna narkotika, tidak pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung dengan surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan adanya surat jaminan dari pihak keluarga Tersangka untuk bersedia menjalani rehabilitasi melalui proses hukum.
Atas dasar tersebut, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya mengajukan paparan (ekspose) dengan pimpinan dengan kesimpulan bahwa terhadap 6 (enam) tersangka tersebut dapat dilakukan rehabilitasi melalui proses hukum dalam jangka waktu selama 3 (tiga) bulan.
“Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melaui rehabilitasi pada tahap Penuntutan,” tandasnya.
Ali juga menegaskan, bahwa penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi merupakan mekanisme yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restorative Justice, dengan semangat untuk memulihkan keadaan semula yang dilakukan dengan memulihkan pelaku pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime, dapat memberikan kemanfaatan (doelmatigheid), mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, sebagai pelaksanaan asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) serta pemulihan terhadap pelaku. Sehingga dapat terwujud kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, serta keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja dan untuk pengulangan tindak pidana atau pelaku yang sudah pernah dihukum tidak dapat dilakukan Retorative Justice.
“Diharapkan dengan dihentikannya perkara pidana melalui Restorative Justice ini, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan kembali ke masyarakat tanpa adanya label/stigmatisasi sebagai ”terpidana”,” pungkasnya.