Bambang S.IriantoFakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim Email: bambangir1763@gmail.com
Surabaya, Jurnal Hukum Indonesia.–
A. Pendahuluan
Perbuatan korupsi di Indonesia merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan Negara, sehingga mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai lembaga maupun perorangan. Terdapat beberapa indikasi bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik,ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural, kultural, instrumental, dan manajemen. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah yang cepat dan tepat untuk mengatasinya, antara lain: menata ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi, pengawasan dan pemberian sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam bentuk merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional maupun regional serta regulasi yang harmonis.
Perbuatan korupsi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan luar biasa karena bisa berdampak kepada banyak hal. Mulai dari perekonomian negara, kesejahteraan warga, pemenuhan HAM, hingga akses terhadap kebutuhan dasar warga negara. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri) atau terjadinya hengki pengki. Korupsi sendiri merupakan perbuatan atau perilaku yang buruk dan tidak dapat diberikan toleransi didalam penegakan hukumnya (karenanya korupsi seperti kegiatan penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya).
B. Pembahasan
1. Awal mula terjadinya Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Sebenarnya apa yang menjadi awal mula korupsi di Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan ini, butuh kajian yang mendalam. Namun, secara garis besar, penyebabnya dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah sikap dan sifat individu, sementara faktor eksternal adalah pengaruh yang datang dari lingkungan atau pihak luar.
Faktor internal sangat dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya nilai-nilai anti korupsi dalam diri seseorang. Maka dari itu, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada warga negara Indonesia sebagai upaya pencegahan. Sementara itu, berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Kemendagri RI, bahwa penyebab utama korupsi di Indonesia adalah adanya “celah” yang memuluskan niat jahat para koruptor. Celah yang dimaksud ini bisa terdiri dari berbagai macam jenisnya, adanya sistem yang tidak transparan, kegiatan politik yang berbiaya tinggi, hingga terlalu ingin untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Penyebab lainnya yaitu adanya kekurangan integritas pada setiap individu yang berada di Pemerintahan. Ini merupakan turunan dari kurangnya kesejahteraan para penyelenggara Negara sehingga mereka memilih jalur lain untuk meraup keuntungan lebih. Adapun penyebab yang paling akhir adalah pimpinan yang mengukur prestasi bawahan dari loyalitas.
2. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (UU No. 31 tahun 1999)
a. Menyuap pegawai negeri (ASN);
b. Memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
c. Pegawai negeri menerima suap;
d. Pegawai negeri mengantongi hadiah yang berkaitan dengan jabatannya;
e. Menyuap hakim;
f. Menyuap advokat;
g. Hakim dan advokat menerima suap;
h. Hakim menerima suap;
i. Advokat menerima suap;
j. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
k. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
l. Pegawai negeri merusakan bukti;
m. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti ;
n. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
o. Pegawai negeri memeras;
p. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
q. Pemborong membuat curang;
r. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
s. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
t. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
u. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
v. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
w. Pegawai negeri ikut dalam pengadaan yang diurus olehnya;
x. Pegawai negeri mengamankan gratifikasi tanpa membuat laporan ke KPK;
y. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;dan
z. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan.
aa. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
bb. Saksi atau ahli yang memberikan keterangan palsu atau tidak memberikan keterangan sama sekali
cc. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun memberikan keterangan palsu atau tidak memberikan keterangan
dd. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Dari ke 30 bentuk-bentuk Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana diuraikan didalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 maka dapat disederhanakan dengan menjadikan 7 (Tujuh) bentuk kelompok daripada Tindak Pidana Korupsi yang saat ini sedang terjadi, yaitu:
a. Kerugian keuangan negara
Pelakunya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada.
Contohnya ASN yang memanipulasi anggaran demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Tindakan seperti ini dapat merugikan keuangan negara karena anggaran program jauh lebih tinggi kenyataan yang sebenarnya.
b. Suap menyuap
Suap menyuap adalah menjanjikan atau memberi sesuatu kepada ASN, hakim, advokat, penyelenggara negara agar si penerima mau berbuat sesuatu atau tidak melakukan apapun dalam jabatannya. Tindak korupsi yang satu ini bisa terjadi antar pegawai atau antara pihak luar dengan pegawai.
Contohnya suap antar sesama pegawai (ASN) misalnya seperti memberikan barang demi kenaikan pangkat atau jabatan. Sedangkan suap pihak luar dengan pegawai misalnya perusahaan swasta memberikan sejumlah uang kepada pegawai Pemerintahan agar dipilih menjadi pemenang tender.
c. Penggelapan dalam jabatan
Perbuatan dengan sengaja penggelapan uang, pemalsuan buku-buku, surat berharga, atau daftar-daftar yang digunakan khusus untuk pemeriksaan administrasi. Misalnya, seorang penegak hukum menghancurkan barang bukti suap agar pelaku dapat terbebas dari hukuman.
d. Pemerasan
Pemerasan adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pemaksaan ini bisa dilakukan untuk memberikan sesuatu, menerima pembayaran dengan potongan, membayar, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Contohnya seperti seorang pegawai negeri yang bertugas membuat KTP meminta tarif sebesar Rp. 50.000,00 padahal Pemerintah sendiri tidak pernah meminta masyarakat untuk membayar pembuatan KTP.
e. Perbuatan curang
Perbuatan curang adalah serangkaian tindakan yang disengaja dan dilakukan untuk kepentingan pribadi serta dapat membahayakan orang lain. Contohnya seperti pemborong atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang pada saat membuat gedung pemerintahan. Perbuatan mereka ini dapat membahayakan keamanan masyarakat atau barang-barang milik Pemerintah.
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Ini merupakan tindakan yang dengan sengaja ikut serta didalam suatu kegiatan pengadaan, pemborongan atau persewaan. Biasanya, ini sering dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang bertugas mengurus atau mengawasinya.
Contohnya seperti seorang pegawai pemerintahan yang mengikutsertakan perusahaan keluarganya untuk menjadi memenangkan proses tender dalam pengadaan alat tulis kantor (ATK).
g. Gratifikasi
Pemberian barang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dianggap sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya atau yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
Contohnya seperti seorang pengusaha yang memberikan sebuah mobil kepada Bupati dengan tujuan untuk mendapatkan proyek dari Pemerintah Daerah setempat. Jika Bupati tersebut tidak melaporkan hal ini kepada KPK maka akan dianggap sebagai suap. Dalam proses pembuktiannya bahwa gratifikasi yang bernilai Rp. 10.000.000,00 atau lebih bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi, sedangkan untuk barang yang bernilai kurang dari Rp.10.000.000,00 pembuktiannya dilakukan oleh Penuntut Umum.
Selain hal diatas tentang bentuk-bentuk korupsi, maka juga dapat dirumuskan adanya 5 (lima) jenis korupsi yang saat ini sedang terjadi, yaitu:
a. Korupsi Gurem, nominalnya kurang dari Rp 10 juta;
b. Korupsi Kecil, nominalnya mulai dari Rp 10 juta sampai kurang dari Rp 100 juta;
c. Korupsi Sedang, nominalnya mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 1 miliar;
d. Korupsi Besar, nominalnya mulai dari Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar;dan
e. Korupsi Kakap, nominalnya lebih dari Rp 25 miliar.
3. Sketsa dan kerawanan Tindak Pidana Korupsi
a. Kerawanan terhadap Individu serta masyarakat
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik;
Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan egoisme (selfishness), sehingga tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan yang tulus;
b. Kerawanan Tindak Pidana Korupsi terhadap Generasi Muda
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Didalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai budaya yang biasa, sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab;
c. Kerawanan Tindak Pidana Korupsi terhadap Politik.
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka.12 Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter), atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat;
d. Kerawanan Tindak Pidana Korupsi bagi kelangsungan Ekonomi Bangsa
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu proyek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai;dan
e. Kerawanan Tindak Pidana Korupsi bila menimpa Birokrasi.
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik.
Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
4. Upaya yang harus ditempuh didalam melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
a. Mengupgrade ulang pelayanan kepada publik, terutama pada bidang yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat sehari-hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang profesional, berkualitas, cepat dan tepat waktu serta tanpa adanya biaya ekstra/pungutan liar.
Langkah-langkah yang lebih esensial untuk pembenahan yaitu :
1) Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik;
2) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik;
3) Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik;dan
4) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik.
b. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia, Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi.
Langkah-langkah prioritas yang diutamakan pada bidang:
1) Pembenahan sistem Manajemen Keuangan Negara;
2) Penyempurnaan sistem Pengadaan Barang serta Jasa
Pemerintah;dan
3) Reposisi Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara,
dengan kegiatan-kegiatan prioritas yang akan dikerjakan.
c. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan, dengan tujuan adalah untuk menegakan prinsip “rule of law”, memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi.
Langkah-langkah prioritas yang diutamakan :
1) Perlunya peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat; dan
2) Adanya penyempurnaan Materi bidang Hukum Pendukung.
C. Penutup
a. Kesimpulan
1) Tindak pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan memberikan dampak bagi rakyat. Rakyat harus menanggung akibat dari tindak pidana korupsi. Pemiskinan koruptor dan perampasan asset koruptor dianggap sebagai terobosan baru dalam menindak kasus tindak pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor dapat dijalankan dengan perampasan asset hasil tindak pidana korupsi dan penggantian kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor maupun perampasan assetnya ini dinilai dapat mampu memberikan efek jera sekaligus sebagai bentuk mengurangi tindak pidana korupsi;
2) Pemiskinan koruptor di Indonesia belum dilaksanakan secara tegas. Para
penegak hukum yang terdiri dari Jaksa dan Hakim tidak menjalankan sanksi pidana pemiskinan koruptor dalam memberantas tindak pidana korupsi. Jaksa didalam menjatuhkan tuntutan sanksi pidana berpegang teguh pada Undang-undang, begitu juga dengan hakim tipikor didalam menjatuhkan vonis berpegang teguh pada undang-undang. Pelaksanaan sanksi pidana pemiskinan koruptor hanya dengan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang besarnya disesuaikan dengan kerugian keuangan negara.Hal tersebut tidak dapat dikatakan memiskinkan koruptor karena hanya asset yang berasal dari tindak pidana korupsi saja yang dirampas dan belum tentu si koruptor akan menjadi miskin, pemiskinan koruptor yang dilakukan dengan perampasan seluruh asset atau benda-benda yang merupakan hasil dari tindak pidana korupsi dan/atau dengan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sesuai dengan kerugian keuangan negara yang diambil dan yang timbul dari tindak pidana korupsi, maka hal ini belum menjadi suatu terobosan hukum bagi penegak hukum di Indonesia dalam memberantas tindak pidana korupsi.
b. Saran
Guna mencegah keterpurukan dan merajalelanya korupsi di Indonesia, perlu dilaksanakan langkah-langkah penting untuk memperkuat kembali pengawasan terhadap Tindak Pidana Korupsi, yaitu :
1) Perlu adanya rancangan yang jelas mengenai konsep pemiskinan koruptor, maupun perampasan asset yang dimiliki oleh koruptor, yang merupakan hasil dari perbuatan korupsi. Adapun rancangan yang ada dengan memberikan arahan yang jelas bagi penegak hukum mengenai konsep pemiskinan koruptor maupun perampasan asset sehingga pelaksanaannya dapat dijalankan sebagai suatu terobosan hukum yang memberikan efek jera para pelaku tindak pidana korupsi;
2) Perlu adanya suatu gerakan yang mendorong pelaksanaan pemiskinan koruptor dan perampasan asset. Contohnya seperti pendidikan, pemahaman, penjelasan, integritas dari para aparat penegak hukumnya, dengan harapan agar para penegak hukum di Indonesia dapat melaksanakan dengan seksama tentang pemberian sanksi pidana berupa pemiskinan koruptor maupun perampasan assetnya;
3) Memperkuat kembali pengawasan guna memberantas korupsi, baik oleh Lembaga Negara atau Publik. Akuntabilitas horizontal bisa dilakukan dengan menghentikan intervensi dan pelemahan lembaga-lembaga Negara seperti KPK dan MK;
4) Memilih pimpinan KPK yang kredibel dan berintegrasi, serta tidak memberikan kebijakan yang menggerus independensi Hakim, serta membuka kembali ruang partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam perumusan kebijakan publik dan menghentikan represi;
5) Masih perlu adanya sanksi berupa Hukuman mati bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi, sehingga jelas efek jera yang terjadi;dan
6) Presiden saatnya memimpin langsung pemberantasan korupsi, karena salah satu sumber utama korupsi justru berasal dari lingkar inti kekuasaannya.
Daftar Pustaka
1. Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
2. Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
3. Eggi Sudjana, 2008, Republik Tanpa KPK Koruptor Harus Mati, JP Books, Surabaya.
4. Evi Hartanti, 2009, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.
5. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.