Berita  

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NELAYAN PANTAI KENJERAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Avatar of Jurnal Hukum Indonesia
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NELAYAN PANTAI KENJERAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Opini — Jurnal Hukum Indonesia.–

A. PENDAHULUAN.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504. panjangnya mencapai 99.083 kilometer.dan luas wilayah perairan mencapai 6,32 juta km2. (KKP, 2021). Dengan luas laut yang jutaan kilometer persegi ini, laut memberikan hasil alamnya yang tiada terkira kepada para nelayan, berton-ton ikan dan hasil laut yang lain (Kompas, 2002). Kawasan laut Nusantara yang begitu luasnya di dalamnya terkandung beragam potensi sumber daya, di antaranya adalah perikanan, akan menjadi sumber penghidupan masa depan bila dimanfaatkan secara optimal dan dijaga kelestariannya. Masyarakat nelayan yang hidup berusaha di lautan Nusantara merupakan bagian integral yang harus ikut serta di dalamnya, terutama dalam mengisi kepentingan rakyat ini sampai kapanpun (Rahadjo,,2002). Ikan atau hasil laut yang ditangkap oleh nelayan mempunyai peranan yang strategis bagi penyediaan protein untuk memenuhi salah satu kebutuhan esensial manusia. Karena apa yang dihasilkan oleh nelayan merupakan bagian esensial bagi pemenuhan kebutuhan hidup, maka tuntutan keberadaan nelayan sebagai salah satu bagian dari sistem kehidupan manusia Nusantara tidak pernah dapat dipisahkan. Keberadaan kelompok nelayan sangat penting bagi keberlangsungan hidup kelompok-kelompok manusia lainnya. Meskipun laut tidak pernah puas memberikan berkah bagi para nelayan, berton-ton ikan dan hasil laut yang lain terjaring nelayan, namun rejeki tidak merata (Kompas, 15 Juli 2004), sebagian dari mereka terjerat hutang dan kemiskinan. Selain itu menurut Rasyid (Kompas, 15 Juli 2004) pada umumnya nelayan berada dalam lingkaran permasalahan yaitu kemiskinan, rendahnya pendidikan, ketidakmampuan mengorganisasi diri, penguasaan pemilik modal, taraf hidup miskin.
Mencermati fenomena di atas, bahwa di sisi yang lain bahwa keberadaan masyarakat nelayan sangat penting untuk kelangsungan hidup yang berkualitas bagi bangsa (protein). Namun di sisi lain karena keadaan tertentu, maka masyarakat nelayan cukup memperihatinkan, maka menjadi kewajiban pemerintah untuk berusaha memberdayakan dan melindungi masyarakat nelayan ini. Masyarakat Indonesia semua tentunya mengharapkan agar program-program pemberdayaan ini dapat mencapai hasil yang optimal sehingga apabila masyarakat nelayan mendapatkan kesejahteraan kehidupan, akan optimal pula keberhasilan mereka dalam bekerja, yang pada gilirannya masyarakat yang lebih luas akan menikmatinya pula. Menurut Wiyata (Kompas, 17 Mei 2003), telah dari berbagai disiplin khususnya dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora, harus diintensifkan agar pengayaan hasil kajian dapat membantu kepedulian Pemerintah dan masyarakat untuk melihat sumber daya pesisir dan laut sebagai tujuan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa depan. Berangkat dari sini penulis mencoba ikut berpartisipasi yang terkait dengan usaha untuk memberdayakan masyarakat nelayan dan perlindungan hukumnya. Tidak semua Kota/Kabupaten di Indonesia memiliki kawasan pesisir pantai. Kota Surabaya termasuk beruntung karena memiliki kawasan pesisir pantai yang cukup luas di wilayah pantai Gunung Anyar hingga pantai Kenjeran.

Disebut beruntung karena kawasan pesisir sejatinya menyimpan potensi yang luar biasa. Tidak hanya potensi wisata, tetapi juga potensi ekonomi dan ekologis. Menyadari adanya potensi yang luar biasa tersebut, Pemerintah Kota Surabaya telah menyiapkan berbagai ‘kiat’ untuk melakukan penataan kawasan pesisir pantai Kenjeran. Harapannya, kawasan pesisir pantai Kenjeran bisa menjadi ikon baru di Surabaya yang menjadi jujugan bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Dari dahulu, Taman Hiburan Pantai Kenjeran sudah jadi jujugan. Sekarang, sudah ada pembangunan jembatan Surabaya, juga ada SIB (Sentra Ikan Bulak), ada Taman Bulak yang menjadi land mark baru Surabaya Utara. Nah, potensi itu akan semakin kita hidupkan melalui penataan kawasan pesisir pantai Kenjeran. Penataan kawasan pesisir pantai, Pemkot Surabaya telah menetapkan pembagian zona penataan yang terdiri dari area pemukiman nelayan, area publik dan area wisata. Dari konsep tersebut, Pemkot Surabaya akan berupaya “mengawinkan” area wisata dengan pemukiman nelayan, serta berupaya mengembangkan potensi kawasan pesisir seperti kampung nelayan, tanpa mengubah karakter budayanya. Kearifan lokal yang ada tetap dipertahankan karena itu merupakan kelebihan yang ada di sana. Adapun Pemkot Surabaya telah memiliki konsep wisata bahari yang sudah tertuang dalam visi misi kota. Konsep tersebut terbagi dalam beberapa zona. Diantaranya zona wisata satu yang merupakan wisata pesisir, zona wisata dua terdiri wisata pesisir THP Kenjeran, wisata religi, wisata budaya dan galeri seni serta olahraga ekstrem, lalu zona wisata tiga yang merupakan kampung wisata nelayan dan wisata industri olahan dari hasil laut. Dinas Pariwisata juga sudah buat master plan nya. Ini tinggal implementasinya. Selama ini, jumlah wisatawan yang datang ke kawasan Kenjeran menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kunjungan wisatawan mancanagera (Wisman) ke kawasan Kenjeran, dari jumlah 200-an Wisman yang berkunjung pada tahun 2013, kemudian meningkat menjadi 300 an Wisman pada 2014, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun 2023 dan seterusnya. Itu belum termasuk wisatawan lokal yang mencapai ratusan ribu dan juga menunjukan grafik meningkat. Artinya, dengan yang ada sekarang, kawasan pesisir Kenjeran sudah bisa mendatangkan orang sebanyak itu. Ini peluang yang bisa terus dikembangkan, selanjutnya ke depan, dengan semakin banyaknya potensi dan varian wisata yang ada, kalau tergarap dan saling terkait, tentunya nanti pesisir Kenjeran semakin diminati oleh Wisnus maupun Wisman.

B. PEMBAHASAN
Didalam pembahasan ini semuanya didasarkan kepada hasil dari suatu penelitian yaitu berupa penelitian Community Based Research (CBR), yang memiliki 3 (tiga) karakter utama yaitu community relevance (topik penelitian sesuai dengan kepentingan komunitas), participatory (berbasis partisipasi dan kemitraan bersama dengan semua stakeholder) dan action oriented (berorientasi pada manfaat penelitian). Beberapa prinsip penelitian CBR antara lain:
1) Memberdayakan komunitas nelayan melalui keterlibatan dengan mengidentifikasi persoalan dan kekuatan yang terdapat dalam komunitas nelayan;
2) Penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) komunitas nelayan;
3) Kerja sama dan keterlibatan yang seimbang dalam semua proses penelitian;

BACA JUGA :  Menhub: Persiapan Pengamanan Mudik Lebaran Dilakukan Lebih Dini

4) Menyebarkan informasi tentang pengetahuan dan penemuan yang diperoleh bersama komunitas nelayan; dan
5) Proses berkelanjutan melalui pendekatan penelitian ekoteologi Islam yaitu konsep berpikir dan bertindak tentang pengelolaan lingkungan hidup dengan mengintegrasikan aspek fisik (alam), manusia dan Tuhan untuk menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab manusia didalam mengelola lingkungannya.

C. HASIL PEMBAHASAN
C.1. Kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan Kenjeran.
Komunitas nelayan Kenjeran yang menjadi fokus penelitian adalah kelompok nelayan karangan/selam dengan hasil tangkapan berupa kerang laut. Terdapat 4 (empat) jenis kerang laut yang menjadi komoditas utama komunitas ini yaitu kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), kerang bulu (Anadara antiquata) dan kerang kapak/scallop. Rata-rata hasil tangkapan komunitas nelayan per hari mencapai 50-400 kg. Tingginya hasil tangkapan kerang tersebut menyebabkan penumpukan limbah kulit kerang di pesisir Kenjeran yang belum terselesaikan dengan baik. Untuk itu diperlukan upaya konservasi lingkungan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Upaya pengelolaan limbah kulit kerang yang telah dilakukan oleh komunitas sebatas pemanfaatan secara sederhana seperti untuk bahan baku kerajinan tangan (lampu hias, gantungan kunci dan pigura) dan sebagai bahan pengganti urug tanah. Tidak hanya sebatas hal sederhana saja, pengelolaan limbah kulit kerang yang optimal bila ditinjau dari besarnya potensi dan manfaat yang diperoleh komunitas, dapat dijadikan sarana pemberdayaan dan peningkatan kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan Kenjeran. Pemanfaatan limbah kulit kerang sebenarnya tidak hanya sebagai bahan baku kerajinan tangan, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk bidang pertanian, peternakan, pangan, bangunan dan konstruksi serta energi alternatif. Jumlah limbah kerang di pesisir Kenjeran setiap minggunya berkisar antara 2.000 kg sampai 2.400 kg. Jumlah tersebut bertambah jika terjadi musim kerang yaitu pada bulan Juni sampai Oktober setiap tahunnya. Langkah awal yang dilakukan melalui pemetaan aset dan potensi komunitas nelayan Kenjeran adalah mengetahui kondisi sosial ekonomi komunitas. Selain itu, kondisi sosial ekonomi komunitas juga merupakan langkah awal untuk mengetahui sikap dan persepsi komunitas didalam mengkonservasi lingkungan melalui pendekatan ekoteologi Islam.

C.2. Sikap komunitas nelayan Kenjeran.
Keterkaitan ekoteologi Islam untuk konservasi lingkungan pesisir. menunjukkan adanya tindakan yang mewakili kesenangan atau ketidaksenangan terhadap suatu obyek. Konsepsi Islam berupa “Rahmatan Lil Alamin” yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Anbiya’ ayat 107) yang mengajarkan bahwa sikap menjaga dan mengelola lingkungan adalah bagian integral dari ibadah dan manifestasi keimanan.

Dasar-dasar keimanan ekoteologi Islam menegaskan bahwa tidak sempurna iman seseorang jika tidak mempunyai kepedulian terhadap lingkungan dan bencana alam bukan fenomena teologis. Dalam ajaran Islam mengajarkan bahwa keberimanan seseorang bukan hanya diukur dari banyaknya tingkat ritual atau bersembahyang di tempat ibadah, tetapi menjaga dan mengelola lingkungan juga merupakan hal yang fundamental dalam kesempurnaan iman seseorang. Bila ditinjau secara nyata adanya fenomena pemanasan global yang dirasakan oleh masyarakat nelayan Kenjeran, menimbulkan suatu ancaman bencana alam seperti: banjir pasang surut (rob), angin puting beliung, gelombang tinggi, dan abrasi. Selain itu ada ancaman lain seperti penambangan pasir laut ilegal, penangkapan ikan dengan bom atau pukat, dan pembuangan limbah domestik ke laut juga mengancam kerusakan lingkungan pesisir yang disebabkan kurangnya pemahaman etika ekologi. Bahkan Al-Qur’an QS. Ar-Rum ayat 41 menjelaskan bahwa telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah SWT merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemahaman komunitas nelayan Kenjeran melalui pendekatan ekoteologi Islam.

Didalam fakta yang ada bahwa sikap komunitas nelayan Kenjeran banyak ditekankan pada kepeduliannya terhadap pencegahan serta pengendalian pencemaran lingkungan melalui pendekatan ajaran Islam. Berdasarkan hasil pemetaan lingkungan ditemukan beberapa sebab terjadinya pencemaran lingkungan yang terjadi di pesisir Kenjeran antara lain:
1) limbah kulit kerang hasil tangkapan nelayan yang dibuang di tepi pantai dalam jumlah besar (2,4 ton per minggu), hanya sekitar 10% sampai 15% yang dikelola menjadi bahan baku kerajinan dan bahan urug tanah;
2) tidak adanya pengelolaan limbah sampah yang benar di pemukiman warga;
3) perubahan iklim yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan nelayan; dan
4) pencemaran air laut akibat adanya aktivitas perkotaan, pelabuhan dan industri.

C.3. Persepsi komunitas nelayan Kenjeran.
Terkait ekoteologi Islam untuk konservasi lingkungan, maka melalui pendekatan ekoteologi Islam tersebut didapatkan suatu persepsi bahwa pendekatan ekoteologi Islam adalah sarana penting dan tepat didalam konservasi lingkungan. Konsepsi Islam terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan harus dibangun sesuai dengan 8 (delapan) prinsip sebagai berikut:
1) Holistik;
2) Khilafah;
3) Amanah;
4) Keseimbangan ekologis;
5) Benefit;
6) Sustainable;
7) Pelarangan eksploitasi lingkungan secara berlebihan;dan
8) Adanya konservasi lingkungan.

Keterlibatan komunitas nelayan Kenjeran dalam kegiatan konservasi lingkungan pesisir ditentukan oleh kemauan mereka untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran melalui pemanfaatan teknologi yang diimbangi dengan etika agama. Ada 2 ajaran Islam yang terkait etika lingkungan yang pertama rabbul ‘allamin yang berarti Allah SWT adalah Tuhan yang menciptakan alam dan yang kedua rahmatan lil allamin yang berati kasih sayang terhadap semua alam, sehingga dapat diartikan bahwa etika yang baik tidak akan merusak alam atau lingkungannya (Rabiah 2015). Al-Quran QS. Al-Baqarah ayat 30 menjelaskan bahwa tugas utama manusia adalah menjadi khalifah yang mengelola dan melindungi lingkungan. Di Indonesia pengelolaan dan perlindungan lingkungan diatur dalam Undang Undang No 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pengelolaan dan perlindungan lingkungan adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran/atau kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Kewajiban dan tanggung jawab manusia adalah menjaga dan mengelola lingkungannya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh komunitas nelayan Kenjeran untuk menjaga dan mengelola lingkungannya seperti dibuatnya peraturan kampung mengenai larangan membuang sampah di pantai dan larangan untuk mengeksploitasi penangkapan ikan. Manusia adalah bagian integral dari lingkungan, dan lingkungan bukan hanya pemenuh kebutuhan hidup manusia seperti yang dikemukakan dalam teori antroposentrisme, paradigma antroposentrisme bersifat instrumentalis dimana pola hubungan antara manusia dan lingkungan terbatas serta adanya anggapan bahwa lingkungan hanya alat untuk pemenuh kebutuhan manusia. Berbeda dengan teori biosentrisme dan ekosentrisme yang beranggapan bahwa manusia serta lingkungannya saling berkaitan yang diperkuat oleh etika ekologi yang lebih mendalam. Mereka beranggapan bahwa dengan menjaga keseimbangan lingkungan secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan mereka, sebagai contoh nelayan Petorosan (nelayan yang mencari ikan dengan membuat sejenis perangkap jarring yang dipasang pada beberapa kayu kelapa yang ditancapkan ke dasar laut) hanya mengambil kepiting atau udang yang dalam kondisi tidak bertelur. Adanya aturan setempat terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan pesisir akan mendorong masyarakat Kenjeran untuk berpartisipasi mencegah dan mengendalikan tingkat pencemaran laut. Usaha ini didasari prinsip bahwa berpartisipasi menjaga dan mengelola lingkungan pesisir adalah kewajiban. Menjaga lingkungan adalah kewajiban dan tanggunjawab bagi setiap manusia, setiap orang harus berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lingkungan dan lingkungan bukan hanya sebagai pemenuh kebutuhan manusia, namun manusia merupakan bagian integral dari lingkungan. Manusia bergantung pada lingkungan alam untuk dapat hidup, Allah memerintahkan manusia untuk menjaga dan mengelola lingkungan sedangkan manusia yang tidak memiliki etika agama akan lebih mudah untuk merusak lingkungan.

Teknologi adalah sarana untuk menjaga dan mengelola lingkungan sesuai dengan ajaran agama.Teknologi adalah sarana untuk merusak lingkungan bila tidak diimbangi dengan etika agama, pendekatan ekoteologi lingkungan sebagai sarana penting didalam konservasi lingkungan, dimana etika ekologi harus diperkuat dan ditekankan dalam setiap fungsi kehidupan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan setiap orang harus berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah, LSM, Akademisi, maupun swasta. Adanya persepsi bahwa menjaga lingkungan adalah kewajiban dan tanggung jawab setiap manusia, maka kawasan lingkungan yang ada dapat terjaga dengan baik.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Upaya pemahaman ekoteologi Islam di komunitas nelayan pesisir Kenjeran merupakan salah satu sarana untuk konservasi lingkungan pesisir. Pendekatan CBR diambil dalam rangka mendorong peran aktif warga dalam tata kelola lingkungan khususnya pada isu pencemaran laut di pesisir Kenjeran. Isu ini penting bagi komunitas untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran laut yang berdampak negatif pada kegiatan sosial ekonomi mereka. Tingkat keberagamaan komunitas yang tinggi sebagai upaya untuk mendorong peran aktif komunitas nelayan Kenjeran dengan pendekatan penguatan pemahaman ekoteologi Islam. Pemetaan akan pemahaman ekoteologi Islam komunitas nelayan Kenjeran menunjukkan adanya tingkat pemahaman yang cukup meski masih banyak juga komunitas nelayan yang tidak memahaminya. Selain itu, pemetaan juga menunjukkan bahwa ada peluang besar mensinergikan upaya tata kelola lingkungan yang berbasis ekoteologi Islam karena sebagian besar komunitas nelayan Kenjeran memiliki persepsi yang baik terkait ekoteologi Islam untuk konservasi lingkungan pesisir.

2. Saran
Pemberdayaan masyarakat Kenjeran sangatlah dibutuhkan saat ini, karena kalau kita melihat tentang latar belakang pendidikan mereka yang rata-rata di sini adalah sekolah dasar, dan yang lebih tinggi lagi adalah sekolah menengah pertama, disarankan agar didalam upaya pemberdayaan masyarakat Kenjeran tersebut terutama untuk generasi penerus, maka yang tepat dan pantas adalah pihak sekolah guna melatih manajemen kepada mereka, baik manajemen diri maupun manajemen keuangan, serta juga perlu adanya pendidikan tentang keterbatasan sumber daya alam, harapannya nanti daya juang generasi penerus tersebut meningkat dan dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi generasi yang lainnya. Dalam berbagai kesempatan diperlukannya pelatihan keterampilan sesuai minat masing-masing nelayan, tidak hanya keterampilan di laut, sehingga waktu menganggur tidak diam saja namun ada kegiatan yang bermanfaat.

Bagi masyarakat nelayan tradisional di pantai Kenjeran hendaknya melanjutkan budaya tradisi berprofesi sebagai nelayan sehingga dapat mengajarkan pada anak-anaknya sebagai generasi penerus, dan akan tetap dibekali serta dilengkapi dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga keterampilan penanganan masalah perikanan di laut akan lebih tertata melalui inovasi teknologi yang ada, harapannya didalam masa kerja tertentu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan Kenjeran serta status nelayan tradisional tadi akan meningkat menjadi nelayan modern, dan selaras hal itu perlunya suatu kebijakan dari Pemerintah Kota Surabaya yang berisikan program yang memihak kepada nelayan.

BACA JUGA :  Implementasi SPBE Terbaik, Jatim Raih Digital Government Award 2023

5. DAFTAR PUSTAKA
Abrar. 2012. Islam dan lingkungan. Jurnal Ilmu Sosial Manajemen 1(1):17-24.

Adlim M. 2016. Pencemaran merkuri di perairan dan karakteristiknya: suatu kajian kepustakaan ringkas. Depik 5(1):33-40.

[BLH] Badan Lingkungan Hidup, Kota Surabaya. 2012. Laporan pengendalian pencemaran kawasan pesisir tahun 2011 [internet]. Tersedia di: http://lh.surabaya.go.id/Laporan%20Laut%202010/LAP-laut-2010.pdf.

 

Bisri H. 2011. Teologi lingkungan (model pemikiran Harun Nasution dan teologi rasional kepada tanggung jawab terhadap lingkungan). Holistik 12(1):53- 102.

Daimanto B dan Masduqi A. 2014. Indeks pencemaran air laut pantai utara Kabupaten Tuban dengan parameter logam. Jurnal Teknik POMITS 3(1):D1-D4. 124 E. I. Rhofita,

N. Naily Persepsi komunitas nelayan Kenjeran JPLB, 2(2):112-124, 2018 Tersedia di http://www.bkpsl.org/ojswp/index.php/jplb

Guntur G, Yanuar AT, Syarifah HJS dan Kurniawan A. 2017. Analisis kualitas perairan berdasarkan metode indeks pencemaran di pesisir timur Kota Surabaya. Depik 6(1):81-89.

Islamiyah SN dan Koestiari T. 2014. Analisis kadar tembaga (III) di air laut Kenjeran. Seminar Nasional Kimia B-27.

Kamal D, Khan AN, Rahman MA and Ahmed F. 2007. Study on the physico chemical properties of water of Mouri River, Khulna Bangladesh. Pakistan Journal of Biological Sciences 10(5):710-717.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 tentang baku mutu air laut.

Kurniawan A. 2011. Pendugaan status pencemaran air laut dengan plankton dengan bio indikator di pantai Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Jurnal Kelautan 4(1):18-23.

Nicoleu R, Galera CA and Lucas Y. 2006. Transfer of nutrients and labile metals from the continent to the sea by a small Meditterranean River. Chemosphere 63(3):469-476.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan laut.

Pramudyanto B. 2014. Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir. Jurnal Lingkar Widyaiswara 1(4):21-40.

Rabiah ZH. 2015. Etika Islam dalam mengelola lingkungan hidup. Jurnal Edutech 1(1):1-10.

BACA JUGA :  Sambut Pimpinan Baru, Pak Yes Harapkan Sinergitas Antar Forkopimda

Strand K, Marullo S, Curforth N, Stoecker R and Donohue P. 2003. Principles of best practice for community based research. Michigan Journal of Community Service Learning 9:5-15.

Thobroni AY. 2008. Fikih kelautan II etika lingkungan laut dalam perspektif AlQur’an. Jurnal Ilmiah Keislaman 7(3).

Yap CK, Chee MW, Shamarina S, Edward FB, Chew W and Tan SG. 2011. Assesment of surface water quality in the Malaysian coastal water by using multivariate analysis. Sains Malaysiana 40(10):1053-1064.

Penulis: Dr. Bambang S. Irianto, S.H., M.Hum., M.Tr.Hanla., CPL., CPCLE.Editor: IDHAM H.A

Tinggalkan Balasan